Hutan yang pada zaman dahulu menyelimuti
seluruh daratan yang ada di bumi, memiliki fungsi yang sangat besar
dalam kehidupan ini. Dari hewan, tumbuhan itu sendiri dan juga kita,
manusia, sangat erat hubungannya dengan keberadaan hutan di dunia. Tanpa
hutan, kita akan mati. Tanpa hutan, tidak akan ada lagi kehidupan.
Sehingga dapat kita bayangkan ketika hutan kita lenyap, dan tidak
ada lagi satupun tumbuhan yang tersisa di dunia. Maka, pasti tidak akan
ada lagi manusia di dunia, walaupun kita sudah memiliki teknologi yang
sangat mutakhir, bisa merajai dunia ini, tetapi pasti karena kesombongan
kita merusak hutan, kita akan merasakan akibatnya kelak.
Sekarang, hutan kita telah sekarat. Hutan kita sedang gencar-gencarnya
dihancurkan demi kepentingan ‘kehidupan’ kita. Kita, manusia demi barang
yang kita namakan uang, mau melakukan apa saja demi hidup mereka,
termasuk merusak hutan yang sebenarnya adalah kehidupan kita yang
sesungguhnya. Dengarkah Anda bahwa setiap hari, hutan kita
berhektar-hektar musnah? Dengan penebangan, pembakaran yang pada tahun
1992/93 dan tahun1997/98 sangat parah, sampai-sampai Negara tetangga
protes gara-gara asapnya sampai ke Negara mereka…
Tidakkah Anda
berpikir untuk menyelamatkan hutan kita segera? Sebelum terlambat,
sebelum kita baru menyadari bahwa kita sangat butuh hutan… bahwa kita
tidak bisa hidup tanpa hutan… bahwa hanya dengan menjaga hutan, kita
bisa survive (selamat) dari berbagai bencana yang sekarang sudah sangat
sering terjadi… kita tidak sadar bahwa selama ini kita yang menimbulkan
bencana! Bukan Tuhan…. Kita yang membuat air yang biasanya tenang itu
tiba-tiba bergolak dan menelan ratusan rumah di seluruh Indonesia…
Salah satu pemerhati hutan pernah menceritakan sebuah lelucon sebagai berikut :
“Mengapa Jakarta setiap tahun selalu banjir?”
“Karena hujan kiriman Bogor!”
“Salah, jawabannya kurang tepat!”
“Lalu, apa yang benar?”
“Karena hujan pesanan Jakarta” haha.. lucu..kan..!!!
Jadi, mengapa? Banyak alasan. Salah satunya adalah banyak orang Jakarta
yang ke Bogor karena ingin membuat Villa yang nyaman. Salahkah? Tidak
salah. Namun, yang salah adalah kebiasaan mereka membuang sampah di air
sungai. Mereka tanpa disuruh sudah mau merusak lingkungan mereka
sendiri. Sadarlah. Kemudian juga mereka membuat Villa di daerah-daerah
resapan air (tempat infiltrasi air hujan), salah satunya di Puncak,
Bogor. Tahukah Anda bahwa sekarang lebih dari seratus rumah telah
berdiri di puncak bukit yang dulunya adalah daerah resapan? Memang
seperti itulah fungsi bukit. Untuk tempat meresapnya air ke dalam tanah.
Jika di bangun rumah dari beton dan bata, di mana lagi mereka akan
meresap karena tanah yang berpori-pori telah berganti dengan beton yang
kedap (baca: tidak bisa tembus) air? Pasti mereka akan turun ke bawah.
Jumlahnya terus bertambah, lalu pada saat-saat terakhir (saat sampai di
Jakarta), air itu sudah sangat banyak sekali berkumpul sehingga
terendamlah Jakarta dengan segala keangkuhannya.
Peristiwa sama
terjadi di Kalimantan. Mengapa Kalimantan yang dahulunya penuh dengan
kedamaian kini terdengar berita sedang kebanjiran? Apakah masuk akal?
Ya, jika sekarang. Karena sekarang keadaanya berbeda. Hutan-hutan di
kalimantan, khususnya di Kalimantan Tengah sudah banyak yang gundul.
Sehingga seperti kejadian di Jakarta, air hujan tidak jadi diserap oleh
hutan yang dahulunya ada, lalu turun ke bawah di sekitar Kalimantan
Selatan dan daerah dataran rendah lain dan menjadi banjir.
Kita juga bisa lihat bencana tanah longsor. Sebabnya tak lain adalah
karena hutan di daerah itu sudah banyak yang ditebangi sehingga tanah
yang labil (mudah bergeser dan meluncur turun) setelah terkena air
benar-benar menjadi longsoran yang menimbun puluhan rumah di bawahnya.
Tanah-tanah itu sudah tidak ada yang menahan. Pohon-pohon sudah jarang,
lalu siapa yang akan menahan? Apakah kita mau menahan tanah-tanah itu
agar tidak longsor tanpa dibayar? Hutan mau melakukannya. Tapi apa yang
kita lakukan?
Belum lagi bencana kekeringan di berbagai daerah
di Indonesia. Apa lagi sebabnya? Lagi-lagi karena hutan yang berfungsi
sebagai tempat resapan telah hancur, sehingga tidak ada lagi air tanah,
tidak ada lagi sumber mata air yang akhirnya menjadi sungai yang jernih
airnya. Ketika hutan-hutan itu telah rusak, air yang seharusnya diserap
langsung pergi begitu saja, dan tidak ada yang diserap. Tanah tererosi
sehingga di beberapa daerah jadi tidak bisa ditanami (lapisan
humus/tanah suburnya habis terkikis air). Lalu panen gagal, dan yang
lebih mencengangkan lagi adalah yang saya sebutkan di atas, sungai
kering sehingga terjadi kekeringan pada musim kemarau yang seharunya
tidak boleh terjadi.
Lalu, adanya Global Warming. Apakah ini
juga berkaitan dengan kerusakan hutan? Jelas tentu. Salah satu fungsi
hutan lain adalah menyerap CO2 kan? Lalu, apa yang akan terjadi jika CO2
itu tidak terserap? Maka akan banyak CO2 di udara. Sehingga sesuai
proses terjadinya efek rumah kaca (Green House Effect), CO2 menyebabkan
panas (gelombang panjang) dari cahaya matahari (gelombang pendek)
menjadi terperangkap dan tertahan di atmosfer (lapisan-lapisan udara)
bumi, sehingga, seperti merebus telur di oven, akan cepat sekali terasa
panas karena panasnya tidak bisa keluar. Panas itu, seperti panas panas
lain akan mencairkan es kutub (bayangkan seperti es krim yang diletakkan
di panas terik). Volume air bertambah, laut naik, kemudian ada berita
sebagian pulau kecil telah tenggelam, dan ombak semak besar dan sering
terjadi, kapal-kapal laut terhambat di pelabuhan karena tingginya ombak,
tambak-tambak ikan rusak, panen ikan sedikit, nelayan menuntut, dan
kondisi lain yang akan terus berdatangan.
Lalu, apa kesimpulannya?
Sunday, April 14, 2013
Mari Peduli Hutan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment