Sunday, April 14, 2013

Mari Peduli Hutan

Hutan yang pada zaman dahulu menyelimuti seluruh daratan yang ada di bumi, memiliki fungsi yang sangat besar dalam kehidupan ini. Dari hewan, tumbuhan itu sendiri dan juga kita, manusia, sangat erat hubungannya dengan keberadaan hutan di dunia. Tanpa hutan, kita akan mati. Tanpa hutan, tidak akan ada lagi kehidupan. Sehingga dapat kita bayangkan ketika hutan kita lenyap, dan tidak ada lagi satupun tumbuhan yang tersisa di dunia. Maka, pasti tidak akan ada lagi manusia di dunia, walaupun kita sudah memiliki teknologi yang sangat mutakhir, bisa merajai dunia ini, tetapi pasti karena kesombongan kita merusak hutan, kita akan merasakan akibatnya kelak.

Sekarang, hutan kita telah sekarat. Hutan kita sedang gencar-gencarnya dihancurkan demi kepentingan ‘kehidupan’ kita. Kita, manusia demi barang yang kita namakan uang, mau melakukan apa saja demi hidup mereka, termasuk merusak hutan yang sebenarnya adalah kehidupan kita yang sesungguhnya. Dengarkah Anda bahwa setiap hari, hutan kita berhektar-hektar musnah? Dengan penebangan, pembakaran yang pada tahun 1992/93 dan tahun1997/98 sangat parah, sampai-sampai Negara tetangga protes gara-gara asapnya sampai ke Negara mereka…

Tidakkah Anda berpikir untuk menyelamatkan hutan kita segera? Sebelum terlambat, sebelum kita baru menyadari bahwa kita sangat butuh hutan… bahwa kita tidak bisa hidup tanpa hutan… bahwa hanya dengan menjaga hutan, kita bisa survive (selamat) dari berbagai bencana yang sekarang sudah sangat sering terjadi… kita tidak sadar bahwa selama ini kita yang menimbulkan bencana! Bukan Tuhan…. Kita yang membuat air yang biasanya tenang itu tiba-tiba bergolak dan menelan ratusan rumah di seluruh Indonesia…

Salah satu pemerhati hutan pernah menceritakan sebuah lelucon sebagai berikut :

“Mengapa Jakarta setiap tahun selalu banjir?”

“Karena hujan kiriman Bogor!”

“Salah, jawabannya kurang tepat!”

“Lalu, apa yang benar?”

“Karena hujan pesanan Jakarta” haha.. lucu..kan..!!!

Jadi, mengapa? Banyak alasan. Salah satunya adalah banyak orang Jakarta yang ke Bogor karena ingin membuat Villa yang nyaman. Salahkah? Tidak salah. Namun, yang salah adalah kebiasaan mereka membuang sampah di air sungai. Mereka tanpa disuruh sudah mau merusak lingkungan mereka sendiri. Sadarlah. Kemudian juga mereka membuat Villa di daerah-daerah resapan air (tempat infiltrasi air hujan), salah satunya di Puncak, Bogor. Tahukah Anda bahwa sekarang lebih dari seratus rumah telah berdiri di puncak bukit yang dulunya adalah daerah resapan? Memang seperti itulah fungsi bukit. Untuk tempat meresapnya air ke dalam tanah. Jika di bangun rumah dari beton dan bata, di mana lagi mereka akan meresap karena tanah yang berpori-pori telah berganti dengan beton yang kedap (baca: tidak bisa tembus) air? Pasti mereka akan turun ke bawah. Jumlahnya terus bertambah, lalu pada saat-saat terakhir (saat sampai di Jakarta), air itu sudah sangat banyak sekali berkumpul sehingga terendamlah Jakarta dengan segala keangkuhannya.

Peristiwa sama terjadi di Kalimantan. Mengapa Kalimantan yang dahulunya penuh dengan kedamaian kini terdengar berita sedang kebanjiran? Apakah masuk akal? Ya, jika sekarang. Karena sekarang keadaanya berbeda. Hutan-hutan di kalimantan, khususnya di Kalimantan Tengah sudah banyak yang gundul. Sehingga seperti kejadian di Jakarta, air hujan tidak jadi diserap oleh hutan yang dahulunya ada, lalu turun ke bawah di sekitar Kalimantan Selatan dan daerah dataran rendah lain dan menjadi banjir.

Kita juga bisa lihat bencana tanah longsor. Sebabnya tak lain adalah karena hutan di daerah itu sudah banyak yang ditebangi sehingga tanah yang labil (mudah bergeser dan meluncur turun) setelah terkena air benar-benar menjadi longsoran yang menimbun puluhan rumah di bawahnya. Tanah-tanah itu sudah tidak ada yang menahan. Pohon-pohon sudah jarang, lalu siapa yang akan menahan? Apakah kita mau menahan tanah-tanah itu agar tidak longsor tanpa dibayar? Hutan mau melakukannya. Tapi apa yang kita lakukan?

Belum lagi bencana kekeringan di berbagai daerah di Indonesia. Apa lagi sebabnya? Lagi-lagi karena hutan yang berfungsi sebagai tempat resapan telah hancur, sehingga tidak ada lagi air tanah, tidak ada lagi sumber mata air yang akhirnya menjadi sungai yang jernih airnya. Ketika hutan-hutan itu telah rusak, air yang seharusnya diserap langsung pergi begitu saja, dan tidak ada yang diserap. Tanah tererosi sehingga di beberapa daerah jadi tidak bisa ditanami (lapisan humus/tanah suburnya habis terkikis air). Lalu panen gagal, dan yang lebih mencengangkan lagi adalah yang saya sebutkan di atas, sungai kering sehingga terjadi kekeringan pada musim kemarau yang seharunya tidak boleh terjadi.

Lalu, adanya Global Warming. Apakah ini juga berkaitan dengan kerusakan hutan? Jelas tentu. Salah satu fungsi hutan lain adalah menyerap CO2 kan? Lalu, apa yang akan terjadi jika CO2 itu tidak terserap? Maka akan banyak CO2 di udara. Sehingga sesuai proses terjadinya efek rumah kaca (Green House Effect), CO2 menyebabkan panas (gelombang panjang) dari cahaya matahari (gelombang pendek) menjadi terperangkap dan tertahan di atmosfer (lapisan-lapisan udara) bumi, sehingga, seperti merebus telur di oven, akan cepat sekali terasa panas karena panasnya tidak bisa keluar. Panas itu, seperti panas panas lain akan mencairkan es kutub (bayangkan seperti es krim yang diletakkan di panas terik). Volume air bertambah, laut naik, kemudian ada berita sebagian pulau kecil telah tenggelam, dan ombak semak besar dan sering terjadi, kapal-kapal laut terhambat di pelabuhan karena tingginya ombak, tambak-tambak ikan rusak, panen ikan sedikit, nelayan menuntut, dan kondisi lain yang akan terus berdatangan.

Lalu, apa kesimpulannya?

0 comments:

Post a Comment